Namanya izul, dia tinggal di desa terpencil yang
tidak masuk peta di kabupaten Bangkalan. Anggaplah desa itu bernama Suka Jaya.
Dia tinggal di rumahnya bersama kedua orang tuanya dan satu adik perempuannya.
Izul masih berumur masih 10 tahun, tapi dia tidak sekolah, dan dia juga giat
membantu kedua orang tuanya membersihkan kebun milik orang dan juga menjaga
adiknya yang masih berumur 5 tahun.
Keluarganya sangat miskin, penghasilan kedua orang
tuanya yang hanya membantu membersihkan ladang atau kebun milik orang hanya
cukup untuk membeli beras untuk makan 2 hari. Selain itu hanya bisa membeli
garam dan bawang secukupnya.
Izul sangat suka memelihara hewan, termasuk ayam. Di
rumahnya Izul memelihara 2 ekor anak ayam yang kebetulan jantan dan betina.
Izul berharap, saat ayam jantannya dewasa nanti, dialah yang membangunkan Izul
setiap pagi dengan kokoknya. Agar Izul tidak terlambat bangun untuk shalat
subuh.
Izul merawat keduanya dengan sungguh-sungguh,
memberinya makan dari setengah piring nasi jatah makannya setiap hari, sampai
kedua ayam itu tumbuh menjadi ayam dewasa. Tapi malangnya, ayam jantannya
mungkin mempunyai penyakit, sampai ayam jantan itu tidak bisa berkokok, hanya
bisa berjalan, makan, dan kawin. Izul kecewa sekali, tapi dia masih berharap
pada anak-anak mereka. Sampai suatu saat Izul menjumpai ayam betinanya bertelur
sebanyak 8 butir. Saat itulah Izul sangat senang dan segera memberitahu orang
tuanya tentang itu. Tapi saat itulah orang tua Izul berkata.
“saat ini kita sudah bosan makan nasi ikan garam, jadi
berikan telur itu pada kita tujuh saja, untuk lauk kita selama seminggu, dan
sisanya bisa kau eramkan pada induknya, nanti kau juga bisa menikmatinya” orang
tua Izul meminta dengan ekspresi yang sangat dalam, seperti drama di tv yang
menampilkan seorang pengemis yang sedang minta-minta.
Mendengar orang tuanya berkata seperti itu, Izul
hanya manut saja, padahal dalam hatinya dia tidak ingin mengurangi satu pun
telur ayamnya itu. Tapi dia hanya bisa menuruti kemauan orang tuanya itu,
karena dia tahu bahwa hanya karena kedua orang tuanyalah sampai sekarang dia
masih hidup dan masih bisa berjalan. Akhirnya setiap hari selama seminggu
keluarga itu menggoreng telur dadar yang di potong menjadi empat untuk lauk makan
mereka. Setelah ketujuh telur itu habis, keluarga itu kembali makan dengan
garam lagi.
Setelah ayam betina mengerami telurnya selama 2
minggu, orang tua Izul kembali memohon kepada Izul untuk memotong ayam yang
jantan, dan dengan ekspresi dan nada yang sama, orang tua Izul kembali berkata.
“saat ini kita sudah bosan makan nasi ikan garam,
jadi ayam jantan itu potong saja, untuk lauk kita, dan nanti kau juga bisa
menikmatinya, kan masih ada ayam betina dan telurnya, dan sebentar lagi
telurnya juga menetas”
Izul hanya menuruti kedua orang tuanya dan
memberikan ayam jantan itu untuk dipotong dan dimasak untuk lauk selama 2
minggu. Izul juga ikut memakannya bersama kedua orang tuanya, tapi Izul hanya
bisa berharap pada calon ayam yang di erami ayam betina miliknya itu.
Setelah 3 minggu, telur itu pun menetas. Izul sangat
senang dan berjanji merawatnya agar tidak ada penyakit yang menimpanya seperti
induknya.
Saat anak ayam itu berumur 2 bulan, Izul sangat
senang kalau ternyata anak ayam itu ternyata jantan seperti yang di harapkan.
Tapi saat itulah orang tua Izul kembali meminta induk ayam itu untuk di potong.
Tidak perlu mengulang perkataan orang tuanya lagi, karena kata-kata, ekspresi,
dan nadanya sama saja dengan sebelumnya. Dan anehnya Izul hanya manut saja pada
orang tuanya.
Izul tetap merawat anak ayam itu sampai tumbuh
menjadi ayam dewasa yang gagah, berdirinya tegap, dan jenggernya merah tanda
kejantanan. Izul sangat senang dan menunggu saat ayam itu berkokok, dan yang
akan membuatnya senang.
Di pagi hari saat Izul masih terlelap dalam
tidurnya, dia mendengar kokok ayam yang sangat merdu dan indah, membuatnya
terbangun dan sangat senang sekali. Izul meloncat-loncat di atas tikar tempat
tidurnya karena kegirangan. Izul segera keluar rumah dan mencari sumber suara
itu, dia semakin senang setelah melihat kalau ayamnyalah yang berkokok dengan
suara indah itu. Izul segera berlari menuju ayamnya dan memeluknya, dan Izul
memberinya nama “Jalu” yang artinya Jago dan Luar Biasa. Izul sangat senang
karena ayamnya akan membangunkannya di pagi hari, dan membuatnya tidak
terlambat lagi untuk shalat subuh.
Besok paginya Izul bangun setelah mencium aroma yang
sedap dari dapurnya, dia segera bangun dan melihat keluar, di luar sudah terang
dan matahari sudah tinggi. Saat itulah Izul sadar kalau ayamnya tidak
membangunkannya lagi untuk shalat subuh. Izul segera berlari ke kandangnya,
untuk mencari Jalu. Tapi Izul tidak dapat menemukannya dimanapun, dan mulai
khawatir. Sampai akhirnya Izul sadar dan segera berlari ke dapur dan mendapati ibunya sedang
menggoreng ayamnya, itulah Jalu, yang akan menjadi lauk makan keluarga mereka
selama 2 minggu. Tapi orang tuanya tidak meminta pada Izul, tapi mengambilnya
waktu malam hari saat Izul sudah tertidur.
Selama 2 minggu keluarga itu menjadikan Jalu sebagai
lauk, dan selama 2 minggu itu juga Izul sedih, karena sesuatu yang
diharapkannya dari dulu, hilang hanya menjadi lauk untuk makan keluarganya.
Setelah itu Izul jatuh sakit karena dalam 2 minggu itu Izul hanya makan bubur 3 kali. Badannya kurus kering, wajahnya pucat, dan dia tidak mengatakan
sepatah katapun setelah kepergian Jalu. Banyak ayam yang di tawarkan kepadanya
oleh kedua orang tuanya yang dibeli dari tetangganya, tapi Izul tetap tidak mau
meskipun uang untuk membelinya adalah uang untuk membeli beras selama seminggu.
Setelah seminggu Izul sakit, dia memejamkan mata untuk terakhir kalinya di pagi
hari saat semua keluarganya masih tidur.
SEKIAN..